Teruntuk yang Hilang, Sempat Kudamba Abadi
Ada banyak hal yang berubah dalam sudut pandang dunia ini. Fajar yang mengambangnya diatas permukaan pohon – pohon berembun tak lagi mengucapkan selamat pagi yang lebih ramah dari kematian. Mahatari dalam merangkak konon lebih kejam, sinar hangatnya kini menebar amat luas dan melewatiku dalam cahaya samar di sudut kelam jagat raya, tak terjamah, tak juga dijamah. Burung berkicau kini asing, sepi. Padahal aku di tengah gunung yang belum lepas rimbun hutannya. Atau ini sepenuhnya salahku? Yang terlalu berambisi memupuk rindu tanpa hirau bahwa gersang ternyata semakin benderang? Hidup ini sekali maka jalanilah saja, katanya. Tetapi manusia tidak lebih dari seonggok pasir yang sendiriannya tidak berarti, sebelum ia membesar menjadi batu karang yang tahan oleh serangan beruntun ribuan gelombang. Yang dalam hidupnya merelakan tubuhnya ditumbuhi lumut, ditinggali ikan kecil yang tersisa selepas gelombang pasang, atau kepiting-kepiting yang lebih mirip laba – laba. Apakah hidup sebongk...